Laporkan Penyalahgunaan

Tags

Recent Posts

Recent Comments

Nature

Facebook

Popular Posts

Mengintip Masa Lalu Kurt Vonnegut Melalui Buaian Kucing

Suatu hari di musim panas bulan Agustus 1945, gaung sirine peringatan meneror warga kota sejak tengah malam. Pagi hari, kira-kira sekitar pukul 08.15, seorang anak tiba-tiba menyaksikan kilau cahaya kuning jingga kemerahan menyala di langit diikuti dentuman yang sangat keras. Momen apokaliptik kelam itu terekam dengan jelas di kepala Reiko Hada, seorang hibakusha, penyintas senjata nuklir “Little Boy” yang berhasil selamat. Seorang hibakusha lain, Teruko Euno, bahkan menyebut peristiwa hari itu adalah pengalaman pertamanya melihat neraka.

Pada tanggal 06 Agustus 1945, kurang dari 44,44 detik uranium seberat 64 kilogram dijatuhkan di atas langit Kota Hirosima. Bom atom setara 15 kiloton TNT, bahan peledak kimia itu, setidaknya telah menewaskan 140.000 korban jiwa, yang sisanya harus menanggung penyakit dan “cacat parah” hingga turun-temurun akibat paparan radiasi nuklir. Hanya selang sembilan hari dari peristiwa mengerikan itu terjadi, akhirnya Jepang bertekuk kepada Sekutu, menandai berakhirnya Perang Pasifik. Bahkan, efek dominonya melesat sampai ke Indonesia. Berita itu dengan cepat sampai ke telinga golongan muda yang kemudian menyulut semangat memerdekakan bangsa selekasi-lekasnya.

Foto oleh Anel Rossouw dari Pexels 

Sementara itu, di belahan bumi lain, di negara pemilik senjata maha dahsyat itu, seorang tentara muda Angkatan Darat Amerika Serikat baru saja menikmati hari-hari tenang di kampung halaman setelah terbebas dari tentara Jerman. Kurt Vonnegut ditahan di kamp penjara di Dresden dan berhasil selamat dari kehancuran kota industri itu setelah bersembunyi di peti daging di lantai bawah tanah rumah jagal, tempat ia dipekerjakan. Baru delapan belas tahun kemudian, Kurt Vonnegut mengambil inspirasi peristiwa bom atom di Kota Hirosima sebagai pemantik ide novel keempatnya: Cat’s Cradle.

Cat’s Cradle terbit pertama kali di Indonesia oleh Penerbit Basabasi pada 2019 dengan judul Buaian Kucing. Penerjemahnya adalah Prastuti Nastati Hadari.

Novel bergenre satir, komedi gelap, dan sains fiksi ini bercerita tentang kilas balik tokoh utama bernama Jonah (nama aslinya Jhon). Menceritakan awal mula ia menjadi seorang bokononis, penganut bokononisme, dan kisah ia bertemu para karass serta granfaloon (karass palsu) sebelum terjadinya kiamat es di Republik San Lorenzo—Sebuah pulau kecil di Laut Karibia.

Jonah/Jhon adalah penulis lepas yang sedang menulis buku The Day World End (Hari Ketika Dunia Berakhir). Buku itu rencananya akan membahas peristiwa pada hari bom atom meledak di Hirosima; mengisahkan apa yang dilakukan orang-orang penting di Amerika Serikat pada hari ledakan itu berlangsung.

Demi mendapatkan bahan-bahan penulisan buku, Jhon, berkoresponden dengan Newton Hoenikker, si cebol, putra bungsunya Dr. Felix Hoenikker—ilmuwan proyek Manhattan yang dikenal sebagai “Bapak Bom Atom”. Dari anekdot Newt-lah istilah “Buaian Kucing” pertama kali dicetuskan. Menurut si cebol Newt, ayahnya hanya asyik bermain simpul tali di hari bom atom itu meledak.

Pencarian informasi Jonah tentang Dr. Felix Hoenikker selanjutnya mempertemukan ia dengan Dr. Asa Breed, mantan pengawas Dr. Felix Hoenikker yang baik hati dan ramah, tetapi mengalami ketersinggungan pada Jonah setelah sesi wawancara di kantornya. Melalui Dr. Asa Breed, Jonah pun mendapatkan bocoran sedikit tentang “ice-nine”, partikel kecil es yang mampu membekukan semua air yang disentuh. Semula ice-nine dianggap zat khayali oleh Breed, tetapi Jonah mulai mengendus keberadaan proyek itu usai kemunculan mendadak Franklin, anak kedua Dr. Felix Hoenikker, di rubrik iklan New York Sunday Times. Padahal, Frank sudah bertahun-tahun memburon dari Polisi Florida, FBI, dan Departemen Perbendaharaan AS dan dianggap sudah meninggal oleh kenalannya. Kini, secara misterius, Frank tiba-tiba diangkat oleh Miguel “Papa” Monzano (sang pemimpin) sebagai mayor jenderal yang menjabat posisi Menteri Ilmu Pengetahuan dan Kemajuan di Republik San Lorenzo.

Urusan pekerjaan akhirnya membawa Jonah ke negara miskin itu lebih jauh. Usaha penyelidikan “ice-nine” justru mendekatkan ia pada Bokonisme, agama rahasia yang dipraktikan diam-diam oleh rakyat San Lorenzo. Ia menemukan pencerahan, pengetahuan, dan rahasia kelam San Lorenzo. Bersama Newt, Angela, Franklin, Julian, Philip, Mona, dan karass-karass lain, dan tanpa sadar mereka saling berkelindan dalam sebuah jalinan semesta menuju wampeter; poros dari karass. 

Novel satir ini menggelitik sejak halaman pertama. Olok-olok Vonnegut bukan hanya membikin kita tertawa, tapi membuat kita merenung agak lama. Meskipun ditulis menggunakan kalimat sederhana, paragraf pendek-pendek, dialog santai, dan menjauh dari tipikal kaidah penulisan karya sastra mainstream pada masanya, Vonnegut berhasil menarik pembaca ke dalam jalinan ceritanya yang nampak “main-main”, tetapi sebetulnya mendalam dan mengajak pembaca berpikir serius. Vonnegut seolah-olah tidak menjejalkan hal-hal berat dan butuh pemikiran yang rumit, padahal dia sebenarnya pintar mengemasnya dengan kelucuan-kelucuan temporer; sebab di satu sisi kita diajaknya tertawa terpingkal-pingkal, di sisi yang lain kita dibuatnya ‘merasa buruk’ karena menertawakan ledekan-ledekannya itu. Terutama bagaimana Newt setinggi gagang payung terus menjadi bulan-bulanan Kurt sepanjang novel. Bahkan dalam Sajak-Sajak Bokonon diselipkan ayat khusus buatnya:

“Cebol, cebol, cebol, betapa ia berjalan dan mengedip dengan arogan,

Sebab ia tahu seorang pria adalah sebesar apa yang ia harap dan pikirkan!

(Cat’s Cradle, Kurt Vonnegut (1964): 228)

Dan inilah salah satu poin yang begitu menarik dari Buaian Kucing, yakni Vonnegut tidak hanya menciptakan kisah dan latar fiksi, melainkan ia membuat instrumen unik berupa agama semi-humor baru yang lengkap dengan sosok nabi dan kitab suci. The Books of Bokonon (Sajak-Sajak Bokonon) banyak dikutip secara serampangan oleh Jonah dalam novel. Satu bait bisa saja mendukung gagasannya, lalu bait yang lain menentangnya. Hal ini kadang menimbulkan kejenakaan tersendiri bagi pembaca. Misalnya, begini:

“Jika kau menemukan hidupmu berkelindan dengan hidup seseorang tanpa alasan yang cukup logis, orang itu barangkali adalah anggota karass-mu."

"Manusia menciptakan papan catur; Tuhan menciptakan karass." 

"Bahwa karass mengabaikan batas-batas negara, institusi, pekerjaan, keluarga, dan kelas-kelas sosial.”

"Bentuk karass sebebas amuba,"

(Cat’s Cradle, Kurt Vonnegut (1964): 2)

Lalu ditentang sendiri oleh bunyi ayat lain,

"Suka tidak suka tidak ada hubungan dengan karass,"

(Cat’s Cradle, Kurt Vonnegut (1964): 17)

Di halaman selanjutnya, kita akan menemukan lagi sabda Bokonon yang tak kalah absurd,

"Segala kebenaran yang akan saya sampaikan adalah semata-mata kebohongan."

(Cat’s Cradle, Kurt Vonnegut (1964): 4)

Hal ini sebetulnya sudah ia wanti-wanti sejak awal,

"Hiduplah dengan foma yang membuatmu berani dan baik hati dan sehat dan bahagia"

(Cat’s Cradle, Kurt Vonnegut (1964): v)

Buaian Kucing bahkan menyindir banyak aspek mulai dari sains, agama, teknologi, dan persaingan senjata pada perang dingin. Melalui satir dan humor gelap, Vonnegut ingin menggambarkan ironi pasca Perang Dunia II, bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan persaingan senjata mematikan antar negara, agama menjadi obat palsu untuk menutupi ketidakmampuan rezim memperbaiki kemiskinan, dan upaya manusia memaknai tentang kehendak bebas—yang tidak pernah bebas. Semua itu digambarkan secara gamblang oleh Vonnegut. Sejalan dengan prinsipnya yang menganut pasifisme (gerakan nirkekerasan atau antiperang) dan ateis. Dampak perang atau perang nuklir kerap menjadi subjek utama tulisan-tulisannya.

Seorang pengarang menulis biasanya becermin dari masa lalunya. Kurt Vonnegut sejak lahir telah menjalani hidup yang tidak mudah. Pada tanggal 11 November 1922, Vonnegut junior lahir di Indianapolis, Amerika Serikat. Kedua orang tuanya imigran dari Jerman. Sama seperti Newt dalam Cat’s Craddle, Vonnegut anak bungsu di keluarganya dengan seorang saudara laki-laki dan satu perempuan. Ayah dan kakeknya adalah seorang arsitek yang memilik firma arsitek sendiri. Sedangkan ibunya wanita kelas atas, anak pengusaha bir, konglomerat di kota kelahirannya. Namun, usaha kedua orang tuanya tidak berkembang dan malah bangkrut. Ayah Vonnegut berubah menjadi pemurung dan ibunya mengidap depresi akut hingga bunuh diri.

Awal September 1945, lima belas hari “Little Boy” meluluhlantakkan di Hirosima, sekembali dari Dreseden—di usianya yang menginjak ke-22 tahun—Vonnegut akhirnya memantapkan diri menikah dengan Jane Marie Cox, pacar semasa SMA-nya yang ia kenal sejak sekolah di taman kanak-kanak. Kurt Vonnegut muda, selepas menikah, bersama pasangannya lalu pindah ke Chicago. Kedua-duanya bersama-sama pula melanjutkan pendidikan. Kurt mengambil program master di Universitas Chicago, tetapi gagal meraih gelar master antropologinya. Selanjutnya ia bekerja di perusahaan riset General Electric di departemen hubungan masyarakat. Tempat yang banyak menginspirasinya menulis ide tentang “ice-nine” dalam Cat’s Cradle.

Jika diperhatikan dengan teliti, ada banyak kesamaan yang kita temukan ketika membaca Buaian Kucing dan biografi Kurt sendiri. Latar belakang karakter, latar cerita, waktu, dan “ice-nine” sebagai sumber “malapetaka dunia” yang ia besar-besarkan adalah sesuatu yang ia curi dari hidupnya sendiri. Sebagai contoh, Jonah bekerja sebagai penulis lepas dan dua kali menikah adalah gambaran ringkas Vonnegut sendiri yang pernikahannya gagal dengan Jane Marie Cox, lantas menikahi Jill Krementz. Tidak lupa, kematian Emily Hoenikker akibat keapatisan suaminya mengingatkan kita bagaimana kisah ibunya Vonnegut yang bunuh diri setelah merasa “tidak bahagia” hidup dengan suaminya yang pemurung. Tiga anak-anak dalam keluarga Hoenikker seolah merepresentasikan keluarga Vonnegut dengan satu saudara perempuan di antaranya. Kegemaran karakter Angel, misalnya, menggambarkan masa remaja Vonnegut begitu menyukai alat musik klarinet, bahkan “klarinet” menjadi subjek yang ia sebut-sebut selama di Dresden. Minat Franklin Hoenikker pada arsitektur merupakan jurusan pertama yang dipilih Vonnegut, tapi ditentang keras oleh keluarganya karena kegagalan firma keluarga mereka sebelumnya. Dan masih banyak lagi kesamaan-kesamaan Cat’s Cradle dengan biografi Vonnegut yang tak mungkin bisa penulis uraikan semuanya di sini.

Kurt juga dikenal memiliki humor yang bagus bukan hanya dalam tulisan-tulisannya. Donald Farber, teman, pengacara, agen dan manajer Vonnegut, dalam artikel Reuter menyatakan, “Setiap kali dia berbicara dengan saya, apa pun situasinya di dunia, dia memiliki sudut pandang yang lucu meskipun itu bukan hal yang lucu."

Pada tahun 1984, depresi semakin kuat mencengkeram hidup Vonnegut. Dia mencoba mengakhiri hidupnya dengan menenggak obat tidur dan alkohol, tetapi itu gagal mematikannya. Barulah pada malam 11 April 2007 di Manhattan, tubuh lelaki 83 tahun itu ambruk tiba-tiba dari tangga rumahnya di New York. Dikatakan ia sempat mengalami cedera otak beberapa minggu sebelum peristiwa jatuh dari tangga itu terjadi.

Selama lebih dari 50 tahun berkarir sebagai penulis, tangan dingin Kurt Vonnegut telah mampu menghasilkan 14 novel, tiga antologi cerita pendek, lima drama, dan lima karya nonfiksi, serta beberapa koleksi karya lebih lanjut diterbitkan selepas kematiannya. Salah satu di antara novelnya yang fenomenal adalah Cat’s Cradle (1963). Berkat novel ini ia mendapat gelar masternya bidang antropologi yang sempat gagal ia selesaikan setelah 25 tahun dia pergi. Novel ini awalnya hanya terjual sekitar 500 eksemplar di cetakan pertama, tetapi hari ini menjadi buku bacaan wajib di banyak kelas Bahasa Inggris.


Catatan:

  1. Bokononisme: Agama fiksi ciptaan Kurt Vonnegut dalam Cat’s Cradle.
  2. Bokonon: Tokoh fiksi pencetus ajaran Bokononisme pertama kali (Lionel Boyd Jhonson) dan pendiri San Lorenzo.
  3. Foma: Kebohongan yang tidak berbahaya.
  4. Wampeter: Fokus utama dari karass.


Referensi:

  • https://en.wikipedia.org/wiki/Kurt_Vonnegut
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Cat%27s_Cradle
  • Reuters.com/article/us-vonnegut-idUSN1126991620070412
  • https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53634399
  • https://www.theguardian.com/books/2007/apr/12/usa.kurtvonnegut



Eki Saputra
Eki Saputra (EI), pemilik hobi menulis ini lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan. Seorang penulis lepas, penikmat karya sastra dan film pendek. Tulisannya berfokus pada isu kemanusiaan, kesetaraan gender, dan lingkungan.

Related Posts

Posting Komentar

Popular